Pemutusan Hubungan Kerja – hak atas kompensasi
Pandemi Covid 19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah sangat memengaruhi iklim bisnis dan kemampuan pekerja untuk pergi bekerja. Hal ini menyebabkan terjadinya redudansi besar-besaran atau cuti yang tidak dibayar (furlough).
Saat ini mulai sering terdengar istilah kata “layoff”. Perlu dijelaskan lebih lanjut arti kata “layoff” karena tampaknya kata tersebut dapat diartikan berbeda-beda. Bagi sebagian orang, “layoff” itu bias berarti tinggal di rumah tanpa bayaran (dirumahkan) dan untuk sebagian lainnya dapat berupa pemutusan hubungan kerja.
Harus dipertimbangkan lagi maksud sebenarnya yang diinginkan oleh pemberi kerja, apakah:
- meminta karyawan tinggal di rumah tanpa membayar; atau
- melakukan pemutusan hubungan kerja permanen.
Apakah perusahaan tempat anda bekerja dapat memutuskan kontrak kerja?
Jawaban singkatnya adalah tidak, kecuali Anda telah memberikan persetujuan secara tertulis.
Perusahaan membutuhkan persetujuan Anda sebelum mereka dapat mengakhiri hubungan kerja. Karena itu Anda harus berhati-hati terhadap mulut manis (sweet talk) dari pihak perusahaan yang membujuk Anda menandatangani perjanjian penyelesaian tersebut.
Anda harus menahan diri untuk menandatangani perjanjian penyelesaian kecuali Anda sudah tahu bahwa Anda akan mendapatkan manfaat maksimal sesuai yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan.
Perlu diingat juga bahwa Anda berhak menerima gaji terus menerus sampai Anda setuju untuk menandatangani perjanjian penyelesaian untuk mengakhiri perjanjian kerja.
Pemberi kerja akan lebih tertekan untuk memPHK Anda karena Anda berhak untuk mendapatkan gaji sampai Anda menandatangani perjanjian penyelesaian. Dalam hal ini, hak Anda lebih kuat daripada hak karyawan yang diberikan di negara lain.
Berapa jumlah maksimum gaji yang bisa Anda minta?
Jawaban sederhananya adalah 2 bulan gaji untuk setiap tahun bekerja di perusahaan. Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat dianggap sebagai bentuk jaminan sosial yang memberikan kompensasi kepada para pekerja yang tidak meninggalkan perusahaan sampai perusahaan tersebut berusaha untuk menyingkirkan pekerja.
Berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, seorang pengusaha harus membayar karyawannya 2 kali ‘uang pesangon’, 1 kali ‘pembayaran penghargaan masa kerja’ dan ‘kompensasi’. Pemahaman umum adalah gaji dua bulan untuk setiap tahun masa kerja oleh karyawan.
Apakah perusahaan bisa meminta Anda mengambil cuti tanpa gaji?
Beberapa perusahaan meminta karyawan mengambil cuti tanpa gaji karena situasi ekonomi yang buruk. Dalam beberapa kasus, perusahaan hanya menawarkan setengah dari gaji pokok.
Ini mungkin tidak sah. Selama kontrak kerja tidak berakhir, perusahaan harus bertanggung jawab untuk membayar gaji sesuai dengan perjanjian kerja.
Namun, jawabannya tidak sesederhana karena tidak ada pekerjaan dikarenakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal tersebut diatur Pasal 93 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Upah tidak diterima pekerja / buruh tidak melakukan pekerjaan”. Mengenai hal ini, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah memang disebabkan ketidakadaan pekerjaan tersebut disebabkan oleh PSBB.